Profil Diri

Foto saya
mengenai diri saya, saya lahir di Jakarta,9 Mei 1989.Saya anak ketiga dari tiga bersaudara.Pengalaman pendidikan saya :TK Assifa,SD Kebon Pala 01,SMP 80Jakarta,SMA 42 Jakarta jurusan IPS sewaktu saya masih sekolah saya slalu mendapat peringkat tiga besar dan pada saat ini saya kul di UNJ jurusan ekonomi.Harapan atau cita2 saya mengambil jurusan ekonomi agar saya menjadi ahli ekonom dan dapat menjadi pengusaha ataupun Wiraswasta.visi hidup saya dapat membahagiakan orang tua dan misi hidup saya hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.Sekilas mengenai profil diri saya.

Senin, 16 Maret 2009

Kualitas Pendidikan Dasar Indonesia di Bawah Kamboja

Jakarta - Ironis. Ungkapan ini cukup tepat untuk menggambarkan komitmen
pemerintah terhadap peningkatan pendidikan dasar. Posisi Indonesia menduduki
peringkat 10 dari 14 negara berkembang di kawasan Asia Pasifik. Duh!

Peringkat ini dilansir dari laporan monitoring global yang dikeluarkan
lembaga PBB, Unesco. Penelitian terhadap kualitas pendidikan dasar ini
dilakukan oleh Asian South Pacific Beurau of Adult Education (ASPBAE) dan
Global Campaign for Education. Studi dilakukan di 14 negara pada bulan
Maret-Juni 2005. Laporan ini dipublikasikan pada 24 Juni lalu.

Rangking pertama diduduki Thailand, kemudian disusul Malaysia, Sri
Langka, Filipina, Cina, Vietnam, Bangladesh, Kamboja, India, Indonesia,
Nepal, Papua Nugini, Kep. Solomon, dan Pakistan.

Indonesia mendapat nilai 42 dari 100 dan memiliki rata-rata E. Untuk
aspek penyediaan pendidikan dasar lengkap, Indonesia mendapat nilai C dan
menduduki peringkat ke 7. Pada aspek aksi negara, RI memperoleh huruf mutu F
pada peringkat ke 11. Sedangkan aspek kualitas input/pengajar, RI diberi
nilai E dan menduduki peringkat paling buncit alias ke 14. Indonesia hanya
bagus pada aspek kesetaraan jender B dan kesetaraan keseluruhan yang
mendapat nilai B serta mendapat peringkat 6 dan 4.

"Sangat ironis karena Thailand yang mengalami krisis bisa menempatkan
diri menjadi rangking satu," ujar aktivis LSM Education Network for Justice
(E-Net), M Firdaus, saat menjadi pembicara dalam seminar pendidikan mengenai
laporan ini di Gedung YTKI, Jl Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Rabu
(29/6/2005).

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Depdiknas, Fasli Jalal, menganggap laporan tersebut memang
tidak jauh dari kenyataan. Faktor utamanya adalah populasi penduduk
Indonesia yang sangat besar.

Untuk itu, pada tahun ajaran 2005, Depdiknas akan mencanangkan
pendidikan gratis untuk tingkat SD dan SMP. "Pungutan sekolah akan
ditiadakan," ujarnya.

Meski, lanjut dia, proses pengucuran dana ke sekolah akan mengalami
keterlambatan dan baru tiba pada Agustus mendatang. "Uang SPP yang sudah
dipungut tetap akan dikembalikan ke orangtua secara utuh," tukasnya.

Namun, status cuma-cuma itu tidak diterapkan untuk sekolah swasta.
Depdiknas tetap membolehkan sekolah swasta menarik uang bayaran. "Yang
jelas, kami mengharuskan 10 persen peserta didik di sekolah swasta ditujukan
untuk keluarga yang tidak mampu. Mereka pun harus tetap digratiskan," tegas
Fasli.

Namun, sekolah gratis ini masih belum diberlakukan untuk kategori
Sekolah Teknik Menengah (STM). Alasannya, STM belum masuk dalam kriteria
wajib belajar. "Kami akan tetap memperbanyak jumlah beasiswa," tandasnya.

Mina Sarjuani dari Direktur Agama dan Pendidikan Bapennas merinci
pemerintah mengalokasikan biaya operasional untuk 28,89 juta siswa SD Rp
235.000 persiswa setiap tahunnya. Sedangkan untuk 10,74 juta siswa SMP akan
dikucurkan dana Rp 324.500 persiswa setiap tahunnya. (ton)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar